BIBIR tipis, dagu runcing, dan postur Roro Fitria (23) mengingatkan pada artis seksi Five Vi.
“Begitu, ya?” respons Roro ketika bertandang ke kantor Bintang.
“Kecantikan setiap wanita, kan berbeda-beda,” Roro mengelak secara halus.
Roro mulai dikenal masyarakat melalui debut di dunia sinetron, lewat Islam KTP sebagai Mpok Tati. Namun perjalanannya sudah jauh lebih panjang. Kisah hidup Roro ibarat novel pendek yang merangkum berbagai sisi.
Berawal dari Modeling
Nama aslinya RR Fitria Nur Utami. Lahir di Yogyakarta, 29 Desember 1987. Menyimak nama depannya, Roro putri Keraton Yogyakarta.
“Papa keturunan Raja Yogyakarta yang keempat,” Roro mengenalkan jati dirinya. Ibunya berasal dari pulau seberang, Kalimantan. Si bungsu dari empat bersaudara ini tumbuh dan besar di Kota Pelajar.
Sambil menimba ilmu, Roro iseng-iseng masuk ke sekolah model di Yogyakarta. Kira-kira 1,5 tahun ia belajar menjadi model di sekolah itu.
“Pertama kali aku menjadi model, ya di Yogya,” bilang lulusan ASMI Budyawacana Yogyakarta.
Sambil berlenggak-lenggok di catwalk, Roro tetap serius menempuh pendidikan. IPK Roro selalu di atas 3,0 lho.
“Lulus dari ASMI, aku melanjutkan pendidikan di STIE YKP untuk mengejar gelar S-1,” sambung dia.
Bicara paras yang cantik, Roro membagi masa lalunya. Sewaktu kecil, Roro mengaku tidak cantik.
“Aku tomboi. Potongan rambut kayak cowok. Tidak pernah dandan,” ungkap Roro. Memasuki masa SMA, Roro baru rajin dandan.
“Mulai diet juga, soalnya sudah naksir cowok. Jadi setiap ke sekolah, aku bawa kaca,” kata Roro tersipu. Bagaimana pun semua perlu proses, termasuk dalam hal mempercantik diri.
Kisah Pahit di Panggung Politik
Balada itu berawal di tahun 2009, ketika Roro yang baru saja menyelesaikan pendidikannya, diyakinkan sebuah partai politik untuk mengikuti Pemilu 2009.
“Karena pada dasarnya aku suka berorganisasi,” Roro beralasan.
Dia maju sebagai calon legislatif untuk pemilihan anggota DPRD Sleman.
Namanya juga pemula. Mengikuti ajang sebesar pemilu, Roro yang masih awam “dipaksa” cepat belajar memahami keadaan. Mengamati pesaing politik dan yang terpenting meraih simpati pemilih.
“Aku punya hobi body language. Jadi, ketika kampanye, aku mengadakan senam massal untuk ibu-ibu di daerah,” bilang Roro. Semua berjalan lancar. Sampai di penghitungan suara. Dari sembilan kursi yang diperebutkan, Roro terhitung di dalamnya.
“Tiba-tiba, ada salah satu calon yang merasa tidak terima. Ia meminta penghitungan ulang,” Roro melanjutkan cerita. Komposisi perolehan suara berubah. Nama Roro terpental jauh. “Mungkin politik harus kotor. Jadi aku terpental,” ungkap dia sedih. Hatinya semakin pedih, mengingat dia mengeluarkan uang dalam jumlah yang sangat besar untuk bertarung.
Kedua orangtua Roro memberi dukungan dana yang tidak sedikit. “Ketika tahu kalah, tidak lama kemudian Mama kena stroke. Efek kekalahan itu sangat besar bagi keluargaku,” jelas Roro. Hampir setahun ia mengurung diri di rumah. “Aku stres. Aku hanya bisa menangis, karena tidak bisa berbuat apa-apa. Rasanya malu sekali untuk keluar rumah. Sekalinya keluar, aku merasa tidak enak dengan mereka yang sudah memilihku,” sesal Roro.
Bangkit Lagi di Jakarta
Jatuh hal yang sangat menyakitkan.
“Tapi saya harus belajar bangkit. Kalau selalu berpikir tentang sedih dan menyesal, kapan mau berubah?” tutur Roro. Ia pindah ke Jakarta, mencari peruntungan yang lebih baik.
“Aku mengontak semua teman-teman di industri hiburan. Menanyakan ada tidak pekerjaan sebagai model, entah itu foto atau iklan. Sembari mencari kerja, aku menumpang di rumah Bude,” ujar Roro.
Tawaran pertama yang datang, menjadi model iklan. Sampai saat ini, Roro telah menjadi model iklan untuk produk multivitamin Curcuma Plus, Dancow, Asuransi Sinarmas, dan Sunlight.
“Bedanya dari model foto. Jadi model iklan itu harus detail harus ekpresif. Tantangan itu yang aku suka,” ceplos Roro.
Membintangi iklan, Roro menapaki satu tingkat lagi. Ia jajal kemampuan akting lewat FTV. Bekal Roro hanya pengalaman bermain teater sewaktu SMA.
Roro segera mendapat tantangan di FTV pertamanya, Sang Pemimpi. Dia berperan sebagai guru, Bu Ratu.
“Ceritanya, si guru itu jatuh cinta dengan anak didiknya yang juga cewek. Jadi aku memerankan sosok guru yang suka pada sesama jenis,” ungkap Roro.
Dia diminta berpelukan, bermesraan sampai mencium lawan main. Rasanya seperti apa, ya?
“Aku justru suka karena yang pegang-pegang cewek juga, bukan cowok. Kalau cowok, pasti cari kesempatan, kan? Jadi karena cewek, aku bisa bermain total,” ceplos Roro.
Debutnya di Sang Pemimpi merebut hati banyak sutradara.
“Selanjutnya banyak tawaran yang datang. Entah karena melihat aktingku atau adegan yang pernah aku perankan. Habis sering beberapa kali orang memandangku dari daya tarik seksual. Setiap orang, kan berbeda-beda,” Roro menjelaskan.
Roro mau saja menerima peran yang mengharuskannya tampil seksi, jika skenario mendukung.
“Tapi tidak dengan adegan seks. Itu sudah prinsip.”
Bukannya dilarang orangtua atau pacar, namun Roro menjaga nama keluarga. Sampai saat ini ia belum punya kekasih, kok.
“Aku jomblo. Pacaran terakhir meninggalkan bekas yang mendalam bagiku. Bukan trauma sih, hanya saja aku lebih selektif. Yang penting ia seiman,” tutup penyuka warna merah dan hitam ini.